HomePengambil KebijakanManajer Lembaga Kesehatan

Webinar Preparedness and Response For COVID-19 Taiwan Experiences

Webinar Preparedness and Response For COVID-19 Taiwan Experiences

Yogyakarta- Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM bersama dengan NTUH (National Taiwan University Hospital) menggelar seminar online dengan materi sharing pengalaman dari NTUH tentang bagaimana persiapan dan respon yang dilakukan dalam menghadapi pandemi COVID-19 di Taiwan pada Senin, 15 Juni 2020. Pemateri dalam seminar online ini yaitu pemateri dari RSA UGM yaitu dr. Siswanto, Sp.P (Pulmonologist, Academic Hospital Universitas Gadjah Mada) dan pemateri dari NTUH yaitu Prof. Yee-Chun Chen (Center for Infection Control, National Taiwan University Hospital).

Pembukaan disampaikan  oleh dr. Arief Budiyanto, Ph.d.Sp.KK (K) yang menyampaikan bahwa di Taiwan sampai dengan hari ini tidak kasus baru Corona Virus Disease-19 sedangkan di Indonesia saat ini sudah mencapai 38 ribu angka kasus baru. Case Fertility Rate (CFR) di Taiwan yaitu 0,9 % dan di Indonesia 5,7 % dimana ini lebih tinggi 4-5% dibandingkan di Taiwan. Maka dari itu penting untuk mengetahui bagaimana di NTUH melakukan manage dimulai dari pre-hospital, in-hospital sampai discharge hospital. Selain itu sangat diharapkan bagaimana kita bisa belajar dari NTUH tentang persiapan dan respon yang dilakukan selama masa pandemi ini dan menemukan best practice yang dapat diimplementasikan di Indonesia.

Pada awal seminar pemateri pertama dari dr. Siswanto, Sp.P yang menyampaikan bagaimana kasus COVID-19 di Indonesia dan jumlah pasien yang dirawat di RSA UGM dari tanggal 12 Juni 2020 yaitu dengan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebesar 13 kasus positif. Persiapan dan respon dalam menghadapi pandemi di RSA UGM sudah dilakukan akitfasi Incident Command System dan mengadopsi hospital preparedness dari WHO. Akibat dari pandemi ini berdampak langsung di rumah sakit seperti adanya lonjakan pasien (surge), gangguan dalam pelayanan kesehatan, tenaga medis dan suplai logistik. Dalam menanggapi respon pandemi ini RSA UGM membuat new pathway yaitu dengan mendesain Gedung Gatot Kaca sebagai ruangan pusat khusus COVID-19.  Selain itu melakukan komunikasi dan edukasi melalui media sosial kepada pengunjung dan terfokus pada dari alur penerimaan pasien baik di emergency sampai dengan referral pasien. Sebagai bentuk dukungan dalam manajemen COVID-19 yaitu adanya evidence science tentang COVID-19 untuk panduan praktik klinis, adanya kolaborasi dari Interprofesional Colaborative Practice untuk menangani pasien COVID-19 dan dukungan dari penunjang seperti ambulan dan forensik yang sangat penting.  Pencegahan infeksi yang dilakukan di RSA UGM yaitu mensosialisasikan ke semua unit RS tentang cuci tangan, pemakaian APD dan  transportasi pasien. Adanya COVID-19 Case Management (CCM) yang terdiri dari monitor ODP, PDP, melalui telepon atau WA, kolaborasi dari interprofesional profesi dan diskusi kasus. Pelayanan laboratorium di RSA UGM mencakup test rapid diagnostic untuk antibodi SARS CoV 2, swab nasofaring untuk RT-PCR SARS CoV 2 dan radiologi, patologis klinis dan mikrobiologi. Program lainnya adanya program Our Hero Flyer, bantuan Volunteer dan partisipasi dari mahasiswa KKN.

Pemateri kedua dari NTUH, Prof. Yee-Chun Chen yang memaparkan preparedness dan response pandemi COVID-19 di NTUH. Awal Januari 2020 banyak tantangan yang dihadapi Taiwan seperti kedatangan traveler dari dan ke China, musim influenza, pemilihan presiden dan Tahun Baru Imlek. Di Taiwan sudah dilakukan Contingency Planning Strategies yang dilakukan yaitu melakukan epidemiologis surveilan dan manajemen risiko, memperkuat border karantina, memperbaharui sistem kesehatan, alokasi dan manajemen suplai alat kesehatan, menambah alat uji test dan diagnostik, selalu melakukan komunikasi risiko, pencegahan epidemi dalam komunitas, investigasi epidemiologi dan pengembangan kolaborasi internasional. Selain itu disediakan website dari CDC Taiwan yang menyediakan berita update dan guidelines informasi setiap hari dengan berbagai bahasa.

Dalam menghadapi epidemi yang berkembang sangat pesat, NTUH menetapkan tujuan yang dicapai yaitu untuk mencegah penyebaran intra rumah sakit dan mempertahankan operasional sistem kesehatan. Action yang dilakukan adalah dengan inisiasi dan modifikasi ruangan isolasi dan juga memperkuat pencegahan kontrol infeksi. Terdapat kebijakan dalam komunitas dalam menghadapi pandemi yang terbagi ke dalam tiga bagian yaitu, home isolation, home quarantine dan self-health management. Ketiga bagian ini memiliki masing-masing kriteria dan ketentuan untuk menilai seseorang yang berisiko terinfeksi COVID-19. Respon lainnya yang dilakukan Taiwan yaitu screening and triage early identification. Pada respon ini dijelaskan bagaimana  proses skrining dan sistem triage pada pasien suspect COVID-19, mempertimbangkan kemungkinan etiologi dari gejala pasien dan setelah dilakukan triage selanjutnya penanganan di ruang isolasi.

Setelah sesi pemateri selanjutnya dibuka sesi diskusi dari peserta seminar online. Terdapat beberapa pertanyaan diajukan dari kolom chat seminar maupun secara langsung. Salah satu pertanyaan yang diberikan yaitu bagaimana penerapan New Normal di Taiwan dan dilakukannya rapid test di Taiwan. Prof. Yee-Chun Chen langsung menjawab pertanyaan tersebut yaitu saat ini sudah dilakukan penerapan New Normal  di Taiwan dibukanya sekolah kembali dengan selalu menggunakan masker dan menerapkan social distance. Di Taiwan hingga saat ini belum dilakukan Rapid Test dan hanya menggunakan test PCR-Swab saja untuk skrining program. Pertanyaan dari dr. Arief Budiyanto, Ph.d.Sp.KK (K) yaitu mengenai pemakaian masker pada tenaga medis di Taiwan dan dikatakan bahwa di Taiwan untuk tenaga medis di klinik non COVID-19 yang praktik hanya menggunakan masker baik medical ataupun surgical tanpa face shield dan goggles karena mempertimbangkan suplai APD nantinya. Di Indonesia sendiri menurut dr. Arief Budiyanto, Ph.d.Sp.KK (K) tetap menggunakan face shield dan googles karena masih ada pasien yang tidak berkata jujur tentang riwayat perjalanan atau gejala yang dirasakan, ini dilakukan sebagai tindakan pencegaha penyebaran di klinik yang tidak menangani pasien COVID-19. Menurut Prof. Yee-Chun Chen ini menjadi isu yang sangat penting pada masa pandemi karena masih ada masyarakat yang menyangkal risiko dari COVID-19 dan adanya kecemasan dari akibat stigma sosial yang ada.

Reporter: Putu Citta Wicakyani

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x