HomePengambil KebijakanManajer Lembaga Kesehatan

Strategi Kampus untuk Memulai Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Di Tengah Pandemi Covid-19

PKMK – Yogyakarta (15/05/2020). Tak terasa, tahun ajaran baru 2020/2021 segera akan dimulai. Tentu saja, situasi kali ini berbeda sekali. Dengan adanya pandemic Covid-19, harus ada adaptasi dari dunia Pendidikan untuk bisa menjamin keselamatan dari siswa, pengajar dan tenaga pendukung lainnya. Kali ini, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM mengambil topik untuk melihat bagaimana kebijakan di bidang pendidikan yang telah diambil oleh dua negara yaitu Swedia dan Australia di tengah pandemic covid-19 dan juga bagaimana strategi kampus di Indonesia dalam menghadapi tantangan ini. Webinar kali ini mendatangkan tiga narasumber, yaitu

  1. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D.
    (Ketua Pusat Kedokteran Tropis  & Ahli Epidemiologi FK-KMK UGM)
  2. Serryn O’ Reagan
    (CEO Equinim & Board Member Independent Tertiary Education Council, NSW Australia).
  3. Martin Jacobson
    (Founder Supertext Sweden & Swedish Molecular Biotechnology Scientist)

Terdapat juga tiga orang pembahas yaitu Prof. M Suyanto, M.M., Ph.D (Rektor Amikom University); Fahmi Akbar Idris (PWNU-Lembaga Perekonomian NU/UNU), dan George Iwan Marantika (Kadin Indonesia/Aptisi Pusat. Webinar ini dimoderatori oleh Direktur PKMK FKKMK UGM, Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS.

Webinar dimulai dengan presentasi dari dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D yang mengingatkan kembali tentang prinsip kurva epidemiologi pada penyakit menular terjadi karena ketiadaan kekebalan pada manusia sehingga bisa menyebar dengan cepat di sebagian besar populasi, sampai virus tidak punya bahan bakar lagi untuk menular ke komunitas dan kurvanya kemudian akan turun. Namun tentu saja lonjakan kurva, akan mengakibatkan goyangnya kapasitas sistem yang ada, baik itu sistem kesehatan, sosial, ekonomi dan lainnya. Sehingga strategi pengendalian adalah untuk menurunkan laju penularan. Namun, gelombang outbreak butuh waktu lama untuk dikendalikan. Sehingga perlu pendekatan jangka panjang. Menurut Riris, setiap lembaga pendidikan butuh protokol untuk memastikan mahasiswa yang baru datang, itu bukan sebagai sumber penularan. Perlu ada protokol karantina dan bagaimana menjamin yang dikarantina itu bisa bertahan, serta perlu dipikirkan model pembelajaran yang perlu diperlukan.

Selanjutnya Martin Jacobson menyampaikan pengalaman di Swedia dalam menghadapi Covid-19. Swedia terbilang cukup optimis, karena negara tersebut tidak memberlakukan lock down. Aktivitas masyarakat di Swedia tetap berjalan namun memberlakukan voluntary social distancing. Cara ini cukup efektif karena sampai saat ini death rate di Swedia cukup rendah yaitu 0.03% dan perekonomian mereka tidak banyak terguncang. Dalam hal  Pendidikan, sekolah dari TK sampai tingkat SMP tetap terbuka dan wajib, namun diperketat dengan pembatasan jarak. Karena menurut mereka, anak-anak tidak rentan dalam penyakit corona ini. Sebaliknya,sekolah tinggal atas untuk usia 16-19 tahun dilakukan secara online. Begitu pula di perguruan tinggi, semuanya dilaksanakan secara jarak jauh sampai setidaknya tanggal 15 Oktober, kecuali sangat amat diperlukan, misalnya untuk laboratorium yang tidak bisa dikerjakan dari rumah.

Selanjutnya Serryn O’ Reagan menyampaikan pengalaman di Australia. Saat ini, Australia sudah dalam tahap membuka kembali secara bertahap. Hal ini untuk menjamin, perekonomian yang berjalan namun tetap aman dengan standar baru yang diberlakukan. Sedangkan untuk Pendidikan terjadi perubahan sevara landscape. Pelaksanaan Pendidikan menjadi berbeda. Sudah ada protocol yang diambil untuk membuka kembali kampus, termasuk mengontrol jumlah orang berkumpul. Contohnya, sudah dipersiapkan jumlah orang yang diijinkan di dalam ruangan kelas, dan jam istirahat yang berbeda untuk meminimalisir orang-orang berpindah dalam waktu yang sama.  Kontrol terhadap infeksi juga diperhitungkan. Prinsip pembelajaran memakai sistem Blended Learning, yaitu sistem belajar online yang diperbanyak.

Rektor Amikon, sekaligus sutradara film, Prof Suyanto mengemukakan pembahasannya dengan mengatakan bahwa ada peluang-peluang yang bisa diambil oleh dunia Pendidikan dalam masa pandemic Covid-19 ini. Pertama, peluang mendapatkan mahasiswa  dari manca negara dengan kuliah Online. Hal ini kemudian menuntut fleksibilitas dalam hal regulasi dan implementasi pembelajaran. Selanjutnya, kesempatan ini juga bisa digunakan untuk memperkecil gap antara dosen yang adalah digital immigrant  dan mahasiswa yang adalah digital native. Sehingga kampus dan pengajar harus bisa menangkap peluang ini untuk mengembangkan sistem pembelajran digital dengan lebih baik lagi. Mengenai pendaftaran mahasiswa ke perguruan tinggi, bisa menggunakan pendaftaran online, mahasiswa pun ke depannya akan lebih banyak belajar online. Suyanto berpendapat bahwa pendidikan pun harus memaksimalkan tools multi media. Saat ini waktunya dosen-dosen untuk memanfaatkan multi resources. Pada kesempatan berikut, Fahmi A. Idris menyampaikan bahwa pada dasarnya hal yang telah disampaikan oleh tiga narasumber di atas itu penting adanya. Bahwa harus ada strategi baru yang dibuat oleh sekolah dan perguruan tinggi di Yogyakarta, supaya tidak menjadikan Yogyakarta episentrum yang baru. Hal yang harus dicontoh dari Swedia dan Australia adalah koordinasi yang luar biasa antara pemerintah, Lembaga dan juga masyarakat. Selanjutnya, bagaimana masyarakat disiplin menerapkan penjarakan fisik itu juga patut untuk ditiru oleh masyarakat Indoensia.

Sebagian Narasumber dan Pembahas pada Webinar ini

Pembahas terakhir George Iwan Marantika mengatakan bahwa pandemic ini telah memperburuk situasi ekonomi dan berakibat pada peningkatan jumlah pengangguran. Di Jogjakarta sendiri, dimana lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi datang dari sektor Pendidikan, jika tidak ada solusi untuk memperkuat sistem Pendidikan di masa pandemic ini, maka akan semakin memperburuk keadaan. George menganjurkan untuk melihat secara kritis bagaimana model kebijakan di Swedia dalam menghadapi pandemic Covid-19 untuk disesuaikan dengan konteks Indonesia. George menambahkan pentingnya membangun platform covid compliance di perguruan tinggi. Kita harus berganti dari respon bencana ke respon strategis untuk menciptakan kampus yang sehat dan kampus yang merdeka. Sistem pembelajaran Blended learning bisa diterapkan, dengan juga harus memperhatikan kondisi dan kapasitas dari daerah-daerah lain di Indonesia.

Dr Andreasta Meliala menutup webinar kali ini dengan menyimpulkan bahwa karena kampus adalah lembaga untuk pengembangan pengetahuan, maka jangan ditunda lagi pembuatan protokol atau regulasi untuk kampus merdeka dan kampus sehat. Pendidikan tidak bisa berhenti, apalagi masih ada kemungkinan gelombang outbreak di masa mendatang, sehingga para pengambil kebijakan harus mulai mengambil sikap untuk memastikan keberlangsungan pemerataan ilmu pengetahuan di negara ini.

Reporter: Sandra Frans.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x