HomePengambil KebijakanManajer Lembaga Kesehatan

Zoom Meeting Workshop Online Angkatan IV Aktivasi Hospital Disaster Plan Berbasis Incident Command System Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Reportase Zoom Meeting
Workshop Online Angkatan IV

Aktivasi Hospital Disaster Plan Berbasis Incident Command System Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

 Diselenggarakan oleh Badan PPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan
bekerjasama dengan
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM


Rabu, 13 Mei 2020 – Hari kedua workshop online tahap Aktivasi Hospital Disaster Plan berbasis Incident Command System dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 dengan materi ‘’Incident Command System dalam Hospital Disaster Plan’’ menghadirkan narasumber yaitu dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD(K)BD dengan moderator Madelina Ariani SKM,MPH.

Sebelum materi dimulai moderator menyampaikan tentang hasil analisis dari tugas 1 Self-Assessment mengenai kapasitas sistem komando di RS berdasarkan Hospital Safety Index (HSI) dan gambaran HDP, dimana dari 40 RS peserta pelatihan ada 19 RS yang sudah mengirimkan tugasnya melalui email pada 12 Mei 2020. Rumah Sakit yang sudah mengirimkan laporannya diantaranya adalah: RSI Unisma Malang, RSNU Tuban, RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung, RSUP Dr. Tadjudin Chalid Makassar, Klinik TMC Nu Situbondo, RSUD Haji Makassar, RSI Jakarta Cempaka Putih, RSUD Undata, RSU Sis Al Jufri, RS NU Jombang, RS NU Banyuwangi, RSI Mabarrot MWC NU Bungah Kab. Gresik, RSUD Pandan Tapanuli Tengah, RSUD Uangaran, RS Sari Mulia, RS Islam Pati, RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun, RSUD Wonosari Kab. Gunung Kidul, dan RS Awal Bros Bekasi. Dari hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar RS termasuk siaga sedang berdasarkan HSI.

Dalam pemaparannya narasumber menyampaikan bahwa Incident Command System (ICS) merupakan suatu sistem yang meliputi petugas, aturan, prosedur, fasilitas dan peralatan, yang diintegrasikan dalam suatu struktur organisasi yang dibuat untuk memperbaiki respon terhadap keadaan darurat dalam bentuk apapun. Organisasi ICS itu fleksibel, dapat ditingkatkan/eskalasikan, mengakomodir petugas dari berbagai instansi untuk bekerja sama secara efektif dan ada standard prosedur yang memungkinkan komunikasi antar unit berjalan sehingga peran ICS itu supaya HDP berjalan optimal. Komandan dalam ICS adalah orang mampu memahami dan menghadapi masalah bencana, mempunyai tugas menghadapi bencana sampai bisa teratasi, atau digantikan orang lain yang lebih kompeten, atau sampai ditunjuk orang lain sebagai komandan.

Keuntungan dari ICS itu bisa membagi tugas pada setiap personil sampai habis, adanya kejelasan alur komando dan komunikasi diantara satuan kerja dan memungkinkan pengembangan operasi bila diperlukan. Hal yang menjadi fokus saat COVID-19 ini surge capacity, unified command, data informasi terpadu dan networking. Surge capacity meliputi pengelolaan resource dan keilmuan. WHO menyebutkan saat kejadian COVID-19 ini sebagai pandemi karena asalnya belum diketahui, tempatnya itu dimana dan transmisinya belum jelas sehingga ini dibutuhkan keilmuan. Selain itu juga dibutuhkan networking dimana RS itu harus ada kerjasama dengan pihak luar karena belum semua RS sudah bisa melakukan pemeriksaan covid.

Manajemen kedaruratan adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan kedaruratan, pada menjelang, saat dan sesudah terjadi keadaan darurat, yang mencakup siaga darurat, tanggap darurat, dan pemulihan darurat. Business Continuity Plan (BCP) dapat didefiniskan sebagai rencana dalam merespon keadaan darurat , operasi backup dan pemulihan pasca bencana dimana memungkinkan mengembalikan sistem ke kondisi normal dengan cepat setelah terjadinya bencana yang mengganggu keberlangsungan perasional perusahaan / RS.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Sesi sharing dan diskusi narasumber dengan RS Sari Mulya Banjarmasin”

Sesi berikutnya adalah sesi sharing dan diskusi antara perwakilan RS dan Narasumber baik secara langsung ataupun melalui zoom chat diantaranya :

  1. RSUD Pandan, Tapanuli Tengah:

RSUD Pandan, Tapanuli Tengah merupakan RSUD darurat. RSUD Pandan Tapanuli Tengah langsung menyiapkan gedung (UGD COVID-19) dan tenaga dengan menggunakan APD level 3 begitu ada pandemic. Sebelumnya ada kasus 4 pasien dengan status PDP, 3 orang dunia sudah dilakukan rapid test tetapi belum sempat dilakukan swab. Dari hasil rapid test diketahui 1 orang reaktif sehingga dilakukan tracing, orang yang kontak erat dengan pasien melakukan isolasi mandiri. 1 orang yang hidup sudah dirujuk dan dirawat di RS rujukan dan masih menunggu hasil swab.   RS Tapanuli Tengah belum mempunyai HDP, pada saat terjadi pandemi, RS langsung membuat tim Satuan Tugas tapi belum berjalan secara optimal.

Tanggapan Narasumber :

Dengan adanya pasien yang meninggal dan hasil rapid test menunjukkan reaktif,  bisa jadi yang ada di RS banyak yang menjadi ODP dan harus dilakukan tracing yang kontak erat dengan pasien. Belum adanya HDP tetapi satgas sudah dibentuk tidak menjadi masalah yang terpenting jalan dulu untuk penanganan COVID-19. Setelah Penanganan COVID-19 selesai bisa segera dibentuk HDP.

  1. RSUD Haji Makasar:

RSUD Haji Makasar termasuk RS darurat. Di Makassar terdapat 3 RS Rujukan untuk menangani kasus ringan dan sedang, 2 RS untuk rujukan kasus berat. RS Haji Makassar melakukan  skrining  pasien dengan status ODP. Apabila status pasien ODP naik  menjadi PDP, maka dilanjutkan pemeriksaan PCR. Apabila pemeriksaan PCR positif, maka akan dirujuk ke RS Rujukan.  Untuk kasus OTG, di Makassar disediakan hotel yang digunakan untuk isolasi.

Tanggapan Narasumber:

Bagaimana dengan sistem rujukan, siapakah yang mengkoordinir? Dengan menggunakan aplikasi SISRUTE, apabila ada masalah langsung diambil alih oleh satgas dan bersinergi dengan Dinas Kesehatan, TNI dan semua stakeholder terkait.

  1. RS Sari Mulya Banjarmasin:

RS Sari Mulya merupakan RS tipe C dan bukan RS rujukan ataupun RS darurat tetapi menerima pasien rujukan dari puskesmas dan pasien mandiri. Sudah dimaksimalkan untuk pelayanan pasien ODP dan PDP ringan. Pemeriksaan skrining dilakukan di UGD. PDP dilihat dari hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dan rontgent. Apabila menagarah ke COVID-19, maka dirujuk. RS tidak merawat pasien PDP yang dicurigai Positif COVID-19.  Pemeriksaan skrining pasien yang tidak mengarah ke COVID-19 yang membutuhkan rawat inap, maka dimasukkan ke bangsal rawat inap biasa. Tetapi, apabila di kemudian hari ada ciri-ciri yang mengarah ke COVID-19, maka langsung dipindah ke ruang isolasi. Apabila dilakukan rapid test dan hasilnya reaktif, maka langsung dirujuk. Cukup sulit untuk mendapatkan rapid test. RS selalu melaporkan hasil pemeriksaan pasien, meskipun belum maksimal dan laporan tersebut ditindaklanjuti oleh dinas kesehatan untuk dilakukan tracing. Untuk APD selalu disiapkan. Dimaksimalkan APD level 2 dan level 3 untuk ruang isolasi, UGD dan Ruang Tindakan. Pengambilan sample dilakukan di ruang isolasi dengan APD level 2. Sudah membentuk SK dengan nama SK Penanganan Kasus Covid tapi dengan struktur organisasi tidak selengkap HDP.

Tanggapan Narasumber:

Untuk tracing harus diawasi. Memisahkan poli umum dan poli COVID-19. Jangan sampai melepas HDP, karena HDP adalah Tim yang besar, kemudian didalamnya ada tim COVID-19 dan K3. K3 seharusnya bagian dari HDP bukan sebaliknya.

  1. RS NU Banyuwangi:

RS NU Banyuwangi tidak masuk RS rujukan hanya RS transit saja. Sampai saat ini belum merawat PDP hanya ODP yang perlu rawat inap. Jika perlu dirujuk maka akan dirujuk. APD level 1 digunakan untuk Rekam Medik, IT dan Gizi. APD Minimal level 2 apabila bersinggunggan dengan pasien. APD level 3 di ruang Tindakan yang menimbulkan aerosol, poli gigi. Skrining dilakukan di awal. Apabila ada batuk, pilek, demam , sesak nafas masuk ke UGD isolasi, tetapi apabila tidak ada gejala-gejala tersebut maka bisa masuk ugd umum. Begitu pula yang berlaku di poliklinik. Tim Satgas sudah disusun tetapi secara struktur berbeda dengan HDP, hanya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.

Tanggapan Narasumber:

Untuk struktur Tim Satgas apabila belum sempurna bisa diperbaiki yang terpenting prinsip – prinsip terpenuhi, bagaimana membagi tugas (who doing what),  kejelasan alur komando (communication) dan pengembangan operasi apabila diperlukan (what if). Jika ketiga hal tersebut sudah jalan artinya ICS di rumah sakit sudah aktif.

  1. RSI Pati :

Bagaimana cara menyusun BCP setelah pandemic mereda sedangkan di seluruh dunia kita tau bahwa setelah pandemic pelayanan kesehatan tidak akan sama lagi. Apakah gambaran BCP – nya bisa disamakan seperti dulu setelah swine flu mereda sedangkan kita tidak tahu bagaimana implikasinya lebih jauh terkait regulasi pelayanan, stakeholder asuransi dll.

Bapelkes Bali :

BCP belum menjadi salah satu standar dari akreditasi RS. Di negara maju, BCP sudah menjadi bagian dari syarat akreditasi.

Tanggapan Narasumber:

BCP tidak pernah dibicarakan karena selama ini sangat pendek waktu tanggap daruratnya. Setelah adanya COVID-19 ini dan tanggap darurat Panjang,  maka BCP harus mulai dipertimbangkan mulai sekarang. Cara menyusunnya masih dipelajari.  Saat status pra bencana maka sudah disusun HDP, saat status bencana apabila ada satgas COVID-19 maka dimasukan dalam HDP dab diaktifkan dan saat status pasca bencana dapat disusun BCP apabila sudah mulai normal Kembali.

Reporter:

  1. Indrawati Wurdianing
  2. Ajeng Choirin

Bapelkes Semarang


Video rekaman dan Materi silahkan kunjungi: www.bencana-kesehatan.net

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x