HomePengambil Kebijakan

Workshop Logistik dalam ICS Angkatan Ketiga

<span class="dojodigital_toggle_title">Workshop Logistik dalam ICS Angkatan Ketiga</span>

Laporan Free Online Workshop

ANGKATAN III
LOGISTIK DALAM INCIDENT COMMAND SYSTEM (ICS) PENANGANAN COVID-19 DI RUMAH SAKIT

Selasa-Kamis/28-30 April 2020

Diselenggarakan oleh :
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM
bekerja sama dengan Badan PPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan


Rabu, 29 April 2020 – Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan RI kembali menggelar workshoponline dengan tema Manajemen Logistik dalam Incident Command System (ICS). Adapun workshop ini merupakan angkatan ketiga dari rangkaian workshop untuk manajemen COVID-19 di rumah sakit yang telah diselenggarakan oleh PKMK sejak bulan Maret yang lalu. Tujuan dari pertemuan kali ini untuk membahas interoperabilitas ICS di rumah sakit dengan sistem klaster nasional/daerah dan antar – klaster dan juga membahas tentang proyeksi kebutuhan APD dengan standar yang tepat.

Moderator kursus adalah Happy Panggaribuan, MPH dengan dua orang narasumber yaitu:

  1. Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt
    Konsultan di Divisi Manajemen Bencana PKMK FKKMK UGM
  1. Sri Purwaningsih, Skep, NERS, Msc
    Komite PPI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Gde Yulian menyampaikan materi pertama mengenai interoperabilitas ICS di rumah sakit dengan sistem klaster. Banyak sekali rumah sakit yang sudah memulai inisiatif untuk mendapatkan bantuan karena susahnya mendapatkan bantuan secara resmi. Di media sosial banyak tersebar poster dari rumah sakit yang menuliskan permintaan bantuan mereka, baik itu kebutuhan APD, ventilator, maupun relawan. Hanya saja, sistem seperti ini jika tidak diorganisir dengan baik akan mengakibatkan penumpukan bantuan di beberapa tempat dan tempat lain yang tidak mendapatkan bantuan sama sekali.

Oleh karena itu penting untuk memetakan bantuan melalui sistem klaster baik itu di tingkat daerah, nasional maupun antar klaster. Sistem klaster dibuat agar memudahkan saat penanganan bencana baik itu becana alam dan bencana non alam, karena sudah ada skema untuk potensi bantuan yang bisa didapat dari dalam rumah sakit, lingkungan sekitar RS, pemda, bantuan swasta sampai ke bantuan luar negeri.  Potensi – potensi ini yang harus bisa dimanfaatkan oleh RS. Misalnya untuk pemakaman jenazah, bisa bekerja sama dengan BPPD, seperti di Yogyakarta, dimana BPPD akan menghubungi SAR daerah. Dalam hal crowdfunding, bantuan sosial sampai ke relawan, faktanya negara Indonesia termasuk loyal dalam berkontribusi/ berdonasi.

Saat ini,  bantuan makanan maupun Alat Perlindungan Diri (APD) banyak disediakan oleh masyarakat. Bagaimana RS memanfaatkan hal ini? Idealnya di setiap daerah memiliki klaster kesehatan atau gugus tugas. Dimana mereka yang akan mendata kebutuhan dan bantuan yang masuk. Bertindak sebagai katalisator sehingga bantuan dapat didistribusikan secara merata. Sehingga ini menjadi tugas kita untuk membicarakan hal tersebut ke pemerintah daerah untuk dapat membangun sistem pemetaan bantuan. Saat ICS ini diaktifkan tiga komponen, yaitu tata kelola, komunikasi dan logistic, sudah masuk dalam rencana kontingensi daerah. RS sudah tau apa yang harus di lakukan, apa yang dibutuhkandan ke mana meminta bantuan. Untuk skala nasional Indonesia ada website untuk pemetaan bantuan yaitu: https://bit.ly/inventoriCOVID19, yang merupakan kolaborasi multi pihak untuk bersama melawan COVID-19.

Selanjutnya ada pertanyaan dari peserta mengenai hambatan dalam pengelolaan logistik yang selama ini dialami, karena sering terjadi tumpang tindih bantuan akibat tidak berkoordinasi sebelumnya. Hal ini kemudian dijawab oleh narasumber bahwa kejadian seperti itu sering terjadi jika kemampuan manajemen dari pemimpin itu kurang mumpuni. Dalam penganggulangan bencana, biasanya ada dua jalur permintaan bantuan, yaitu jalur resmi dan jalur inisiatif. Untuk jalur resmi yaitu melalui pemerintah daerah, rumah sakit menghitung dulu kebutuhan logistik seperti yan telah dibahas oleh di Kursus ini di minggu sebelumnya. Kemudian perhitungan tersebut dikomunikasikan ke Incident Commander (IC) rumah sakit yang akan melaporkan ke dinas kesehatan setempat atau ke gugus tugas. Selanjutnya IC daerah yang akan melakukan koordinasi dan prioritas bantuan.

Siklus Komunikasi untuk Logistik

Pembahasan selanjutnya adalah memahami alur komunikasi untuk menginisiasi permintaan kebutuhan sumber daya ke luar RS pada COVID-19. Gambar dua menunjukkan bahwa alur komunikasi yang sudah dibahas pada minggu sebelumnya yang dimulai dari manajer medis lalu ke IC dan seterusnya. Dalam pertemuan kali ini penting sekali untuk menyiapkan berita.

Bagaimana mengkomunikasikan bantuan. Ini sudah dibahas di pertemuan yang lalu. Pertemuan kali ini menekankan akan pentingnya rumah sakit untuk menyiapkan BAST Berita Acara Serah Terima (BAST). Hal ini selain untuk dokumentasi bantuan yang masuk ke rumah sakit, juga sebagai dokumen resmi yang berguna saat audit rumah sakit. Selain itu, protokol dalam penerimaan bantuan pun harus diperhatikan. Dalam mempelajari ICS ini, selain komunikasi yang efektif juga sebagai jaminan keamanan untuk pendistribusian bantuan. Supaya jangan sampai relawan ini menjadi celah untuk COVID-19 ini masuk.

Selanjutnya RS Dewi Sri membagikan pengalaman mereka bahwa untuk pemetaan bantuan dari luar rumah sakit belum ada. Juga belum mengenakan BAST. Sejauh ini pencatatan bantuan yang masuk itu dilakukan di bagian logistik (farmasi). RS Dewi Sri sendiri telah banyak menerima bantuan sejak pandemi COVID-19 ini  baik itu dari dinkes, komunitas ojek online, partai politik, maupun bantuan internal karyawan rumah sakit berupa kiriman makanan.

Penggunaan APD Berdasarkan Zonasi

Selanjutnya Sri Purwaningsih selaku Komite PPI RSUP DR Sardjito  memaparkan penggunaan APD yang tepat dalam pandemi COVID-19 ini. Sri  memulainya dengan mengingatkan kembali tentang transmisi virus Corona yang bisa  melalui droplet, kontak dan airborne bila terdapat tindakan/prosedur medis yang menghasilkan aerosol seperti suction, intubasi, nebulisasi dan bronkoskopi. Kewaspadaan standar bukan hanya  tentang APD. Implementasi hygiene juga harus diperhitungkan, seperti cuci tangan yang benar dan juga etika batuk.

Pengaturan APD sendiri dilakukan berdasarkan zonasi. Tujuan zonasi adalah mencegah penularan dan pemakaian APD sesuai kebutuhan. Terdapat tiga macam zona warna berdasarkan resiko penularan. Zona merah yaitu area yang langsung berhadapan dengan pelayanan pasien COVID-19, dimana aksesnya sangat terbatas. Petugas yang bertugas atau melalui zona merah ini APD – nya menyesuaikan berdasarkan dimana dia bertugas misalnya APD untuk ruang asesen poli COVID-19. APD yang harus dikenakan adalah kimono/ hacinco khusus poli, penutup kepala, pelindung wajah (google/visor), masker bedah, masker N95 digunakan bisa melakukan tindakan beresiko aerosol, sepatu tertutup dan sarung tangan medis. Jangan lupa pasang papan/tulisan pengumuman, sebagai peringatan supaya orang tidak melewati area tersebut. Sedangkan untuk zona kuning, yaitu area transisi dengan resiko sedang, misalnya di triage IGD, APD yang digunakan adalah kimono atau hacinco khusus IGD, penutup kepala, masker bedah, sepatu tertutup, goggle/faceshield. Serta harus selali menjaga jarak kontak minimal 1 meter.  Untuk zona hijau yaitu resiko rendah, APD yang dipakai sangat minimal sekali.

Perlu dibuat peta untuk masing masing bangsal dan poli, dimana ruangan pemakaian dan pencopotan APD, letak lemari, alur keluar masuk dokter dan pasien. Petugas yang menata ini, mendapatkan penjadwalan yang lebih pendek. Dekontaminasi, melepas APD dengan cara yang tepat dan benar, lalu petugas mandi. Penting juga untuk sediakan cermin dan poster dari panduan cara memakai dan melepas APD.

Pembahasan selanjutnya adalah perhitungan APD layanan COVID-19 yang bisa menggunakan rekomendasi Kemenkes. Perhitungan berdasarkan zonasi dan level APD yang dibutuhkan. Untuk non rawat jalan, dihitung dalam setiap shift jaga, berdasarkan  tingkat ketergantungan pasien, jenis tindakan dan jumlah staf yang bertugas. Hal ini untuk memastikan segala kebutuhan dapat terekam dan tercukupi dengan baik.

Materi lanjutan workshop ini bisa dilihat di: www. bencana-kesehatan.net

Reporter: Sandra Frans

 

 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x